Reflection

Jalan menuju Baitullah

Kabah

Kala itu, November 2012, aku mendapat undangan makan malam di Restoran Siti Sarah. Undangan makan malam itu ternyata sebagai ungkapan syukur dari Mba Dyas yang telah menunaikan ibadah haji plus syukuran pernikahannya dengan Brother Reda. Di tahun 2012 itu, aku memang sudah meniatkan diri bahwa: “Jika 2013 aku masih berada di Korea, setidaknya 1 dari keluargaku harus berangkat ke tanah suci untuk beribadah haji”.

Bulan demi bulan dilalui dengan menyisihkan sebagian dari penghasilan yang aku peroleh setiap bulannya. Aku bertambah gembira karena pada bulan April 2013 aku mendapat kabar bahwa Nenek juga sedang menunggu keputusan tentang keberangkatan hajinya tahun 2013.

Namun, Allah berkehendak lain, ada permasalahan di keluargaku di tanah air yang membutuhkan dana tidak sedikit. Karena sangat mendesak, ku gunakan sebagian tabungan haji ku untuk menyelesaikan masalah tersebut. Beberapa waktu kemudian, aku baru tahu kalau untuk menyelesaikan permasalahan itu, sebagian tabungan haji nenek pun dipakai juga. Kemudian aku menerima telepon dari Om. Om menanyakan kesanggupanku membantu ongkos naik haji Nenek karena pengembalian uang nenek belum jelas kapan waktunya.

Mempertimbangkan usia, akhirnya aku putuskan untuk memprioritaskan ONH nenek terlebih dahulu, karena ada alternative lain yang lebih hemat jika aku berangkat dengan program haji mandiri bersama teman-teman pelajar di korea. Ok, aku sampaikan aku siap untuk membantu ONH nenek jika memang dibutuhkan.

Di sisi lain, aku mendapat tawaran  untuk bergabung di “kampus lain”. Dan aku menyanggupi jika aku diminta bergabung tahun ini (oktober 2013). Seketika musnah harapanku untuk berhaji dari Korea karena pelaksanaan haji bertepatan dengan bulan oktober (yg akan menjadi masa-masa awal jika aku memulai di “kampus lain” tersebut). Dalam perenungkanku, aku hanya bisa terus memohon pada Allah, jika memang aku diijinkan berhaji dari Korea tahun ini, aturlah supaya institusi itu yang melakukan penundaan atau pembatalan. Hanya itu doa yang selalu aku panjatkan.

Dengan kondisi tabungan yang minim karena rencana membantu ONH nenek, plus kesepakatan dengan institusi tersebut, aku memutuskan untuk menunggu keajaiban. Aku belum berani memutuskan untuk berangkat bersama teman-teman pelajar melalui program haji mandiri atau melalui travel agen resmi di Korea (airone travel).

Hari demi hari, teman-teman pelajar yang akan berangkat haji terus mengupdate progress usaha mereka. Suatu hari, Zico, mengabarkan bahwa teman-teman pelajar sudah memutuskan untuk berangkat dengan maskapai Chatay Pasific. Satu sisi, aku senang mendengar progress yang menggembirakan itu. Di sisi lain, meski aku tersenyum mendengar kabar itu, batin ku menangis. Bagaimana tidak menangis? Program haji mandiri itu adalah satu2nya jalan yang memungkinkan aku berangkat dengan keterbatasan dana yang aku hadapi. Lenyap sudah sebuah harapan.

Disisi lain, kesepakatan dengan “kampus lain” pun belum berubah. Sampai aku mendapat kabar dari Om, bahwa Nenek tidak masuk dalam kuota haji 2013 karena adanya pemotongan kuota 20% untuk jamaah haji seluruh dunia. Tapi tetap kepastianku masih belum jelas karena kondisi yang ada aku harus kembali ke Indonesia pada Oktober 2013. Ok, lupakan program haji mandiri bersama teman-teman pelajar. Dan setelah berhitung, dengan dana yang sangat minim, aku bisa berangkat melalui Airone Travel.

Bulan Juni, ku coba untuk menghubungi “kampus lain” kembali. Setelah beberapa hari berkomunikasi, ternyata mereka memutuskan untuk menunda waktu bergabungku setidaknya tahun depan. Alhamdulillah….Alhamdulillah..Alhamdulillah…

Langsung aku kontak Mba Dyas untuk menanyakan apakah masih ada kesempatan untuk berangkat haji tahun ini. Alhamdulillah masih ada. Brother Reda pun langsung meneleponku karena aku ada keterbatasan jatah cuti. Akhirnya jadilah aku memilih opsi berangkat bersama rombongan Airone Travel Jepang.

Ibadah haji memang hanya diwajibkan bagi yang “mampu”. Tapi ada hal lain selain “mampu”, yaitu ijin dari pemilik Baitullah. Dalam perjalanan untuk bisa berangkat ke tanah suci, aku mendapati sebuah istilah Al hajji Masyaqoh (Haji itu berat). Karena dalam haji itu menyangkut ibadah antara hamba dengan Sang Khaliq. Dalam prosesnya, ada suatu kondisi dimana kita akan merasa bahwa manusia itu benar-benar kecil, tidak bisa berbuat apa pun kecuali atas kehendakNYA. Sebagus apapun rencana yang manusia susun, dimana logika mengatakan tidak mungkin gagal, Allah selalu punya cara tak terduga yang dengan mudah bisa menghancurkan rencana manusia itu jika Allah berkehendak.

Pada proses pengajuan visa, dokumenku lengkap, bahkan bisa dibilang sempurna seperti yang dipersyaratkan. Tapi, Allah tidak mengijinkan aku memperolehnya dengan hal mudah. Pada proses pengajuan pertama, aplikasiku ditolak dengan alasan dokumen komitmenku tidak ada. Aku cek back up dokumen yg selalu aku siapkan, dan semua dokumenku lengkap termasuk komitmen. Entah kemana larinya dokumen itu.

Pada proses pengajuan kedua, aku dimasukan sebagai staf karena aku sudah berjanji akan membantu ketika di tanah suci nanti. Logika awam kita mengatakan, dengan posisi sebagai staf, sudah pasti akan di setujui visanya. Karena, siapa yang akan mengurus jamaah kalau bukan staf? Logikaku pun berpikir demikian. Dan boleh jadi, hal itu membuatku merasa tinggi hati. Astagfirullah. Pada sekitar pukul 3 sore, aku mendapat kabar bahwa staf disetujui dengan visa diluar kuota. Lebih yakin bukan? Astagfirullah. Dan hasilnya terlihat sekitar jam 4.30 sore, Allah tidak menginginkanku merasa tinggi hati. Terjadi masalah yang menambah rumit kondisi. Dari 120 kuota jamaah haji, telah disetujui 105 orang, dan ada calon jamaah dari Libya yang bikin heboh di kedubes Saudi yang mengakibatkan konsuler Saudi sangat marah dan menyuruh semua dokumen baik yang suah mendapat visa maupun belum, dikembalikan. Plus, tambahan untuk staf dibatalkan, sehingga staf harus termasuk dalam kuota 120 orang. Astagfirullah. Meneteslah air mata menyadari bahwa Allah lebih punya kuasa daripada apa yang kita lakukan. Mudah bagiNYA untuk menggagalkan apa yang telah manusia upayakan dengan waktu yang amat sangat singkat.

Dan akhirnya, senin pagi aku ijin untuk tidak masuk agar bisa memastikan apakah aku mendapat visa haji atau tidak. Sejak kejadian jumat sore itu, aku hanya bisa memperbanyak istigfar memohon ampun. Berserah diri memohon pada Allah agar aku diijinkan untuk bisa menunaikan haji ke tanah suci. Dokumen dimasukan pada pukul 10 pagi. Dan calon haji dari Libya yang hari jumat telah membuat heboh pun datang lagi serta menambah rumit lagi. Astagfirullah. Aku harus bolak balik hingga 3 kali ke kedutaan Saudi. Jam 2 sore, ku putuskan untuk menunggu di kedubes. Waktu terasa lama sekali, dan hatiku tidak tenang karena belum ada kejelasan visa. Akhirnya pukul 4.30 dokumen-dokumenpun keluar. Kulihat dipasportku tertempel visa haji. Alhamdulillah, tersimpuh aku bersujud sebagai rasa syukur akan dikabulkannya doa-doaku selama ini untuk menunaikan rukun islam terakhir. Alhamdulillah ya Allah

لبيك اللهم لبيك لبيك لا شريك لك لبيك إن الحمد ونعمة لك والملك لا شريك لك

Dalam proses ini, kutemui banyak pelajaran tentang proses menuju haji itu sendiri:

Haji disyaratkan bagi yang mampu, tapi sesungguhna bukan hanya sekedar mampu, tapi juga mau. Kalau kita berfikir hanya mampu, uang sekitar 5-6 juta won tidaklah seberapa bagi sebagian teman-teman yang kuliah atau bekerja di Korea. Tapi, kemauan itulah yang menyeleksi calon jamaah haji.

Masalah mampu, awalnya aku pun tidak berfikir bahwa aku bisa mempunyai uang sebanyak itu untuk berhaji. Yang aku bisa hanyalah berdoa agar aku dipanggil untuk berhaji tahun ini. Dan Alhamdulillah ketika Allah memanggil, niscaya, semua biaya yang dibutuhkan akan dengan mudah dipenuhi dari jalan yang tidak kita sangka-sangka. Hal itu pun bukan hanya dari sisi materi. Seperti yang saya ceritakan diatas, nyaris rasanya saya pulang ke Indonesia pada Oktober tahun ini. Tapi Allah berkehendak lain dan itu terbukti. Alhamdulillah.

Bagi teman-teman yang memang ingin berhaji, Allahlah tempat teman-teman meminta. Mintalah ijinNYA, mintalah ridloNYA, mintalah panggilanNYA menuju tanah suci. InsyaAllah, semua jalan akan terasa mudah ketika Allah telah ridlo dan memanggil kita untuk berhaji.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *