I Love You Mom…

Ribuan kilo jalan yang kau tempuh
Lewati rintang untuk aku anakmu
Ibuku sayang masih terus berjalan
Walau tapak kaki, penuh darah… penuh nanah

Seperti udara… kasih yang engkau berikan

Tak mampu ku membalas…ibu…ibu

Ingin kudekat dan menangis di pangkuanmu

Sampai aku tertidur, bagai masa kecil dulu
Lalu doa-doa baluri sekujur tubuhku
Dengan apa membalas…ibu…ibu….

Seperti udara… kasih yang engkau berikan

Tak mampu ku membalas…ibu…ibu
Taken from: Ibu, Iwan Fals

Rupi’ah itulah nama Ibuku tercinta. Beliau berpendidikan terakhir SMK dan pekerjaan setelah menikah hanya sebagai penjual nasi (warteg). Mungkin bagi orang lain, hal seperti itu bukanlah apa-apa. Tapi bagiku, Beliau adalah orang yang sangat berarti.

Beliaulah yang tidak pernah tidur pulas ketika aku sakit. Beliau adalah orang yang selalu setia menemaniku ketika aku belajar di masa-masa ujian padahal aku tahu beliau sangat lelah setelah seharian berjualan. Beliau tidak akan bisa tidur pulas ketika aku akan menghadapi ujian. Beliau senantiasa menunggu hingga jam 10 atau 11 malam untuk memastikan aku belajar. Ditambah lagi bangun jam 3 pagi untuk membangunkanku agar belajar kembali. Beliau selalu membangunkanku di kala aku tertidur saat belajar pagi hari, sering pula membuatkanku susu atau kopi bahkan mi instant agar aku tetap terjaga untuk belajar.

Beliau pulalah yang mengajarkanku untuk membiasakan bangun pada sepertiga malam yang terakhir untuk shalat dan bermunajat padaNYA. Pada awalnya sering kali mengantuk, tapi setelah sekian lama aku mulai terbiasa. Dan hal yang terkadang aku heran saat masa-masa ujian. Aku lebih merasa tenang kalau sudah melaksanakan shalat malam walaupun belum selesai mempelajari bahan ujian, dibandingkan dengan selesai mempelajari bahan ujian tapi tidak bangun untuk shalat malam.

Banyak kenangan-kenangan yang akan selalu teringat dalam ingataku pada Ibuku sayang. Sewaktu aku kuliah dulu, Ibu pernah jatuh hingga patah tulang paha. Namun, semua orang rumah berkonspirasi untuk tidak memberitahuku karena aku sedang dalam masa ujian. Namun, entah mengapa, setelah ujian selesai, aku malah bermimpi bertemu dengan Nenek. Dalam mimpi itu Nenek mengatakan bahwa Ibu sedang sakit. Akhirnya begitu selesai ujian, aku putuskan untuk pulang, dan kenyataannya memang benar Ibu sakit akibat terjatuh hingga patah tulang paha. Alhamdulillah, aku sangat senang bisa menjaga Ibu pada masa-masa perawatan.

Pernah juga aku berselisih dengan Ibu dalam memilih. Setahun setelah aku kuliah di Kimia UI, aku pernah mencoba Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri (UMPTN) lagi untuk jurusan Ilmu Komputer dan juga mencoba beasiswa Monbusho. Pada saat pengumuman UMPTN, aku yakin aku lulus. Tapi Ibu tidak setuju jika aku pindah dari Kimia. Aku dan Kakak sulungku sudah mencoba memberikan penjelasan dengan berbagai cara tapi tetap saja Ibu tidak berubah. Ibu hanya akan mengijinkan aku keluar dari Kimia jika aku lulus beasiswa Monbusho. Tapi sayang, teman-teman kostku tidak memberitahu kalau ada panggilan test terakhir beasiswa itu. Akibatnya aku malah diomelin petugas beasiswa Monbusho karena tidak datang. Untuk menghormati Ibu, akhirnya aku putuskan untuk tidak pindah dari Kimia. Aku tidak mau membuat Ibuku kecewa.

Ibu, terima kasih atas semua kasih sayangmu. Dan masih sangat jelas detik-detik terakhir ketika Ibu dipanggilNYA. Beberapa bulan sebelum aku menikah, Ibuku terkena stroke dan mengakibatkan sebagian tubuhnya lumpuh. Karena keterbatasan dana, kita tidak bisa memberikan pengobatan hingga beliau normal kembali. Tepat sebulan sebelumu aku menikah, tepatnya 3 Agustus 2008, di pagi hari aku merasa sangat kangen dengan Ibu. Pagi itu juga aku mendapat sms dari adikku, Dona:”Mas, Apakah mas tidak merasa kangen dengan Ibu?” langsung saja aku telpon :”Ya kangen donk, ini memang sudah direncanakan sepulang kerja akan langsung pulang, udah kangen sama Ibu. Boleh aku bicara dengan Ibu” Kucoba bicara dengan Ibu melalui telepon. Aku tahu kalau akibat serangan stroke itu, Ibu tidak bisa bicara normal, tapi biasanya beliau masih bisa merespon sebisanya. Namun, pada saat itu yang kudengar hanyalah beliau mengigau bukan merespon pembicaraanku. Aku sangat sedih dan sampai menangis mendengar respon Ibu seperti itu.

Akhirnya aku putuskan untuk langsung pulang pagi itu juga karena ada perasaaan yang lain. Aku datang ke kantor dan langsung menghadap atasanku. Aku bahkan sempat menangis menceritakan kondisi itu. Begitu mendengar ceritaku, atasanku justru mengusirku untuk segera pulang dan menjenguk Ibu. Akhirnya aku pulang mengendarai mobil sendirian dengan perasaan tak karuan. Alhamdulillah, aku sampai rumah pukul 13.30 dan aku lihat semua kerabat berkumpul mendoakan Ibu. Setelah shalat, ku damping Ibu sembari membisikkan lafadz-lafadz takbir, tahmid, istighfar. Keadaan tidak berubah hingga pukul 16.00. Adik bungsuku sepertinya tidak rela melihat kondisi Ibu seperti itu. Akhirnya aku coba bujuk dia. Tolong ikhlaskan jika memang Ibu harus dipanggil. Lebih baik segera shalat ashar dan doakan semoga Ibu dimudahkan jika memang sudah waktunya. Akhirnya adikku mau mendengar nasihatku. Setelah Adik bungsuku selesai shalat, kami anak-anaknya semua berkumpul untuk mendoakan beliau. Aku tidur disamping beliau, sambil membisikkan lafadz takbir dan istigfar sambil ku genggam tangan beliau. Dan tidak lama setelah itu, sekitar pukul 16.50, saat tak henti-hentinya aku bisikkan lafadz istigfar, kulihat tangan beliau sempat bergerak beberapa saat kemudian terdiam. Innalillahi wa inna ilaihi roji’un… Allah telah memanggil Bundaku tercinta.

 

“Ya Allah, aku bersyukur kau berikan Ibu yang sangat berarti bagiku. Ya Allah…….., sayangilah beliau sebagaimana beliau menyayangiku waktu aku kecil… Ampunilah khilaf dan salahnya. Lapangkanlah dan terangilah alam quburnya, tempatkanlah beliau ditempat yang mulia disisiMU…Amiin”

Ibu, Maafkan anakmu jika hingga saat ini belum mampu membuatmu bangga. Dan aku akan berusaha untuk berbuat yang terbaik untuk bisa memenuhi harapan-harapanmu…..I miss you Mom…I love you……

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *