Masa Kuliah – 2

Tak ada perubahan-perubahan berarti dalam semester 2 selain bertambah beratnya beban hidup untuk mencari biaya selama masa kuliah. Bergelut dengan kehidupan Depok-Jakarta untuk memenuhi biaya hidup dan berjuang di perkuliahan.

Adanya kegiatan organisasi Jurusan juga menambah padatnya hari-hariku. Kadang sekarang aku sempat berfikir:”Ternyata kehidupan masa kuliahku susah juga ya?… Tapi disaat berjuang untuk hidup dan kuliah di semester 2. Alhamdulillah IP semester 2 tidak mengecewakan 3.6. Wow..dan hal itu terkadang membuat teman kost ku heran. Hingga sempat bertanya:”Pur, loe kan sering pulang malem dan cape habis ngajar privat. Sampe jam 12 malem juga gue gak pernah liat loe nyentuh buku kuliah. Yang gue liat kerjaan loe Cuma molor habis ngajar. Tapi IP loe kok bisa gede gitu.Pake ilmu apa sih?”

Alhamdulillah….Sejak masa kecil aku selalu diajarkan untuk bangun sekitar pukul 3 pagi untuk shalat tahajud dan dilanjutkan belajar. Jadi pertanyaan teman kost hanya aku jawab dengan kalimat: “Tidurlah di saat orang lain belajar dan belajarlah di saat orang lain tidur”. Temanku hanya terbengong-bengong memahami kalimat itu.

Ya..Kebanyakan orang belajar hingga lembur sampai jam 2 pagi demi mempersiapkan ujian. Dengan pemaksaan kapasitas otak, akan membuat otak menjadi jenuh dan justru sulit memahami materi kuliah. Ditambah lagi dengan tidur yang bisa mengurangi 30% dari bahan yang sudah dipelajari. Dengan kata lain, ketika kita bangun pagi pikul 3 atau 4 pagi setelah shalat tahajud, hati sudah tenang dan kondisi lingkungan juga tenang sehingga sangat mendukung untuk memahami materi kuliah. Selain itu, mengajar adalah suatu lompatan dalam belajar. Kombinasi belajar pagi hari dan mengajarkan materi kuliah kepada teman-teman akan meningkatkan kualitas belajar kita berlipat-lipat dibandingkan dengan belajar “system kebut semalam”.

Pada tahun 2001 aku juga mengikuti  UMPTN lagi dan juga seleski beasiswa monbuka gakusho. Entah mengapa pada saat ujian monbuka gakusho, aku sangat pede walaupun teman-teman merasa pesimis. Pada saat UMPTN pun aku santai karena sudah mengalaminya setahun sebelumnya. Karena adanya kegiatan briefing ke SMU-SMU di daerah Tegal dan sekitarnya, dan kebetulan aku sebagai penanggungjawabnya. Aku pun mengisi liburan dengan kegiatan briefing. Masa liburan itu bertepatan dengan pengumuman seleksi 1 monbuska gakusho dan juga UMPTN. Karena merasa sudah memberikan no telepon kost, maka aku merasa kalau ada info pasti dikabari oleh teman-teman kost. Maklum, waktu itu gak sempat terpikir untuk beli HP karena buat hidup saja sulit.

Pada saat briefing, temanku sempat bertanya: “Ba, gimana monbushonya?jadi diambil gak?” Aku pun terperanjat mendengar pertanyaan itu. “Maksudnya?” Aku bertanya heran. “Lho kan loe lulus seleksi tertulis dan tinggal wawancara. Kan sudah diumumin minggu kemarin. Kalau gak salah sih wawancaranya minggu ini”. Aku pun hanya bisa bengong mendengarnya.

Aku pun segera menelepon pihak kedutaan Jepanng dan minta konfirmasi sekaligus negosiasi barangkali bisa menyusul wawancaranya. Pihak kedutaan justru marah-marah. Mereka menyatakan kalau aku sudah dihubungi via telepon kost dan si penerima menyatakan kalau aku sedang erlibur di tempat saudara di Tangerang. Pihak kedutaan juga sudah memberikan toleransi waktu wawancaraku di sesi paling akhir. Aku hanya bisa lemas dan sekaligus kecewa dengan si penerima telepon di kost. Padahal, beasiswa monbusho adalah salah satu impianku untuk bisa study di luar negeri. Pihak kedutaan menyarankan untuk mengikuti seleksi lagi tahun depan.

Minggu depannya, pengumuman UMPTN. Aku sudah yakin kalau aku bisa diterima di Fakultas Ilmu Komputer. Tapi aku tidak tertarik melihatnya karena keputusan final bahwa Ibuku tercinta hanya akan mengijinkan mengambil monbusho, bukan pindah jurusan ke fasilkom. Apa daya, nasi sudah menjadi bubur dan menangis/menyesalpun tak bisa mengubah keadaan. Dari kejadian-kejadian pahit itu, aku hanya bisa berjanji: Aku tak akan mempedulikan apa kata orang mengenai bodohnya aku melewatkan begitu saja masuk fasilkom UI, Aku akan berusaha berprestasi di Kimia untuk membahagiakan Ibuku tercinta. Dengan semangat itu, aku lalui perjuangan di semester 3 dan luar biasa, IPku semester 3 mencapai 3,86. Semoga hal itu bisa membuatmu bangga Ibu.

Terkadang kita akan larut dibawa kesedihan atau pun kekecewaan. Tangis, kesedihan, amarah, kekecewaan tidak ada gunanya selain melemahkan semangat kita. Segera bangkit, ambil hikmah dari setiap kejadian dan melangkahlah kembali dengan mantab. Niscaya Allah akan menjadikan kita lebih tegar dan percaya diri. Permasalahan yang dihadapi bukan untuk diratapi, tapi untuk dijadikan sebagai momen kebangkitan semangat untuk melangkah. Dengan permasalahan, kita akan semakin dewasa dalam menyikapi sesuatu.

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *