Masa Kerja – 3
Memutuskan memilih satu diantara dua hal yang sedang dijalani bukan berarti jalan yang kita tempuh menjadi mulus. Setelah memutuskan meninggalkan Swiss German University (SGU) untuk focus pada pekerjaan di PT CLM pun dipenuhi banyak tantangan.
Sedari awal aku menerima tantangan untuk membuat formulasi cat kayu dan pelarutnya di perusahaan ini. Wajar perusahaan ini begitu berambisi membuat cat sendiri karena konsumsinya memang sangatlah besar. Dan untuk itu, aku diserahi tugas untuk mewujudkannya. Aku dibantu oleh seorang asisten lulusan Kimia UGM dan pastinya lebih tua dariku. Sebut saja namanya Ririt. Karena besarnya tugas dan waktu yang mepet (mungkin orang akan berfikir gila kalau membuat formulasi seabrek cat kayu dan pelarutnya dalam 6 bulan), langsung saja kami tancap gas mempersiapkan semuanya.
Diawali dengan mencari supplier bahan baku cat seperti resin, pigmen, pelarut organic dan lain sebagainya. Disusul dengan survey ke beberapa supplier cat kayu dan pelarutnya. Dalam 2 minggu para karyawan lama langsung heran atau mungkin ada yg iri. Ini karyawan baru 2 minggu kok selalu aja teleponnya berbunyi, fax datang bertubi-tubi, bos besar pun tak segan untuk mendatangi meja kerjanya. Ya, itulah kesibukan-kesibukan awal yang merupakan persiapan dari sebuah proyek yang aku kerjakan. Tak jarang pula aku sering pergi keluar kantor untuk sekedar survey atau negosiasi dengan calon-calon supplier.
Pada awalnya, kuperas otak ini untuk menemukan gambaran formulasi bermacam cat kayu yang ada. Kulihat dari certifikat dari supplier mengenai komposisi yang mereka pakai. Pelarutpun tak jauh beda. Tapi umumnya pelarut tidak disebutkan komponen aslinya. Namun, aku tak kehabisan akal untuk mengetahui apa saja komponen yang ada dan gambaran komposisinya. Kubuka memoriku tentang analisa bahan-bahan kimia. Dan aku menemukan cara untuk mengetahui bahan-bahan yang dipakai beserta komposisinya. Langsung saja aku bolak-balik ke beberapa perusahaan jasa analisa kimia untuk analisa cat dan pelarutnya. Dari sini aku sudah memiliki gambaran umum tentang komponen cat kayu dan pelarutnya.
Pengetahuan proses pembuatan cat dan pelarutnya pun sudah dipahami, bahan-bahan baku sudah ada berupa sampel-sampel dari para supplier. Instrumen yang aku butuhkan tak bisa aku dapatkan dalam waktu yang singkat. Aku membutuhkan mixer untuk pengaduk. Kucari di berbagai catalog dan untuk skala laboratorium pun tak bias aku dapatkan dalam waktu singkat. Akhirnya kuambil keputusan nekat. Ku pesan sekalian mixer untuk pembuatan sekitar 100-200 liter. Kemudian, untuk skala laboratorium, kuputuskan untuk membeli mixer roti. Ya, mixer yang biasa dipakai ibu-ibu di dapur. Kontainer-kontainer pun aku ganti dengan panic atau pun ember-ember kecil. Tujuannya adalah focus pada tujuan yang akan ditempuh dengan memanfaatkan berbagai sarana yang memungkinkan untuk diperoleh dalam waktu singkat, murah, tapi tetap memenuhi kebutuhan.
Bayangkan saja jika waktu itu kuputuskan memesan mixer lab-scale. Mungkin aku akan tetap mendapatkan mixer, tapi bukan seketika, melainkan 1 bulan kemudian atau bahkan lebih. Akhirnya dimulailah aktivitas formulasi, trial and error. Karena pernah aku merangkap kerja dengan SGU, aku pun terpaksa menyulap kamar tidurku menjadi sebuah laboratorium untuk eksperimen pembuatan cat dan pelarut.
Aktivitas pun berlanjut hingga skala produksi. Untuk proses produksi aku memiliki 3 operator dan mendapat sebuah ruang baru untuk produksi cat dan pelarut. Karena ruang produksinya berada di luar area pabrik, maka aku menjadi orang yang bebas keluar masuk pabrik tanpa mengurus perijinan dari Human Resources Development (HRD) maupun security. Selama memimpin proses eksperimen maupun skala produksi, aku tak pernah sungkan untuk turun langsung ke lapangan. Membantu operator, asisten, bahkan tak jarang aku ikut dalam proses produksi. Terkadang, saat makan siangpun aku berkumpul dengan mereka, entah sekedar membeli kue atau gorengan untuk camilan bersama sambil ngobrol. Dampaknya luar biasa, mereka benar-benar loyal. Ketika melakukan kesalahan pun tak sungkan untuk berterus terang kepadaku.
Namun, pada akhir 2004, aku mendapat staf baru sebagai asisten tambahan mengingat makin padatnya aktivitas divisi pengembangan cat yang aku bangun. Namun, sepertinya dia dimasukan untuk menggeser posisiku. Entah apa tujuannya. Yang jelas, sejak awal, sang general manajer (GM) menjanjikan aku akan diberi kenaikan gaji jika proyeknya sukses. Makin lama aku dan Ririt perhatikan, seolah-olah sang asisten baru memang diproyeksikan untuk menggeserku.
Para operatorpun merasakan hal yang sama. Sampai suatu ketika di hari sabtu bulan januari 2005. Aku dipanggil sang GM. Dia menanyakan tentang proyekku. Dan aku sampaikan kalau semuanya baik2 saja. Namun, sang GM malah menyatakan kalau proyekku tidak sesuai harapan. Oh my God. Dia menyatakan kalau proyekku masuk ke bulan ketujuh padahal targetku hanya 6 bulan. Dia tidak memperhitungkan produksi yang sudah berjalan dan keterbatasan atau efisiensi yang telah aku lakukan. Memang masih ada beberapa yang perlu “finishing touch” untuk penyempurnaan. Tapi bukankah aku sudah membuktikan bahwa dalam 6 bulan sudah bias memproduksi cat yang bias dipakai sendiri.
Setelah beberapa saat terjadi perdebatan, aku putuskan “Baik, kalau itu yang diminta, lebih baik saya putuskan kerjasama hari ini juga”.
Aku pun menemui semua stafku kecuali asisten baru. Kusampaikan semuanya kepada mereka. Dan aku sungguh terkejut karena mereka semua justru menyampaikan “Kalau Pak Purba keluar, mendingan kita semua keluar aja Pak bareng-bareng, kita sudah nyaman selama ini kerja maksimal tapi menyenangkan dibandingkan sewaktu kerja di bagian lain sebelumnya”.
Kucoba beri penjelasan, ini murni keputusan pribadi. Masalah operator, lebih baik jangan ikut-ikutan memutuskan keluar. Karena mereka masih memiliki tanggungan keluarga. Sedangkan saya masih “bujang” sehingga tidak masalah kalau keluar kerja. Akhirnya mereka pun memahami dan membatalkan niatan untuk mengundurkan diri.
Optimisme, kerja cerdas plus kerja keras, komitmen, totalitas, respek terhadap bawahan, itu adalah kunci untuk bisa membangun sebuah bagian kecil di perusahaan atau lingkungan. Di manapun kita berada, tetaplah untuk menunjukan hal-hal terbaik yang kita miliki. Kalaupun ada kerikil-kerikil, itu hanya sebuah cobaan hidup atau bahkan sarana untuk mendapatkan tempat dan posisi yang lebih baik.