Idul Fitri di Negeri Orang
Tahun ini adalah pertama kali saya berlebaran di negeri orang, negeri ginseng negeri yang tak bertuhan. Ya…negeri yang memiliki budaya mabuk-mabukan hampir tiap malam. Sedih rasanya menunaikan ibadah puasa tanpa ada nuansa ibadah dilingkungan sekeliling.
Tiba saatnya merayakan hari kemenangan idul fitri. Seperti tahun – tahun sebelumnya, di kota Seoul hanya ada sedikit tempat yang mengelar acara Shalat Ied seperti Masjid Itaewon dan Kedutaan Besar Republik Indonesia. Wajar saja hampir semua warga Negara Indonesia baik pekerja maupun pelajar ingin melaksanakan di KBRI bersama dengan WNI yg lainnya. Tahun ini perkiraan idul fitri jatuh pada hari minggu sehingga sudah diprediksi jumlah jamaah akan membludak dari tahun sebelumnya. Tak hanya kaum laki-laki, kaum wanita yang tinggal diluar kota pun ingin ikut melaksanakan di KBRI juga.
Pertimbangan – pertimbangan itulah yang menumbuhkan niatan untuk membantu persiapan pelaksanaan shalat sunah tahunan tersebut. Beberapa orang mahasiswi dari luar kota mulai gencar mengkontak teman – teman di Seoul untuk mencari tumpangan. Kami bersama teman – teman sempat menghubungi KBRI untuk meminta disediakan tempat untuk mahasiswi atau TKW dari luar kota. Namun, hingga hari terakhir Ramadhan pihak KBRI masih belum bisa menyediakan tempat untuk hal tersebut.
Kadang sempat terpikir, ingin rasanya saya membantu menampung mahasiswi yang butuh tempat menginap tapi apa daya saya hanya punya rumah kontrakan kecil dengan 1 kamar tidur. Setelah melihat kondisi masih banyak teman yang masih butuh tumpangan, akhirnya aku kuatkan untuk menampung sebagian dari mereka. Sempat terbersit pertanyaan dari Istri tercinta “Kalau ada yang nginep disini, Mas mau tidur dimana”…
“Ah, buat laki –laki mah gampang tidur dimana aja juga bisa”.
Akhirnya Istri pun bersedia berbagi tempat tidur. Kami pun mengontak mahasiswi yang akan singgah melalui messenger. Kami pun mengatur janji untuk bertemu di KBRI pada saat buka puasa bersama. Mereka pun mulai berangkat menuju Seoul. Masya Allah, ternyata KBRI tidak ada buka puasa bersama hari ini, padahal kedua mahasiswi tersebut tidak punya nomor HP yang bisa dihubungi. Setelah menunggu hingga sore tanpa kabar dari kedua mahasiswi, akhirnya aku putuskan untuk ke KBRI sekalian mencari keduanya selepas magrib.
Pada saat di kereta…HP ku bergetar “Mas, yg mau nginep tadi nelpon.trus aku suruh naik subway line 9, trus pindah line 5 di Yeouido trus pindah line 6 di Cheonggu,bener gak?” Kata istriku…”Cheonggu???itu kan malah muter2, jadi jauh…yaudah nanti Mas coba cari kejar di Yeouido,mudah2an ketemu soalnya mereka pasti celingukan karena gak tau jalan.”
Begitu sampai di Yeouido, aku langsung berlari ke jalur berlawanan…tengok kanan kiri untuk mencari wajah2 indonesia yang tampak kebingungan.Setelah lama menunggu, terlihat dua oraang wanita tampak kebingungan menuju pintu kereta.aku berlari dan menahan mereka untuk tidak naik kereta dulu…”Assalamualaikm, jangan naik dulu” Kataku.
“Maaf, ini siapa ya?”Tanya mereka
“Ini Purba”
“Alhamdulillah, akhirnya ketemu jg.Makasih banget mas kita dari tadi udah bingung”
Akhirnya aku jelaskan untuk lewat jalur yang paling cepat.Aku juga menelpon istriku agar menjempur mereka di Subway. Alhamdulillah aku bisa membantu meringankan kebingungan orang lain.
Aku pun melanjutkan ke KBRI dan membantu disana. Pada saat jam 11 malam, Ada 2org lagi mahasiswi yang kebingungan mencari tempat untuk beristirahat.Akhirnya aku bersama Hadi bersedia mengantarkan ke rumah teman kami di Sangwolgok yang lumayan jauh juga dari KBRI.Padahal kami berdua sadar bahwa kami juga sama-sama tidak punya uang buat naik taksi karena Subway hanya beroperasi hingga 11.30 mlm.
Akhirnya bermodal nekat kami mengantarkan mereka. Dengan bermodal bahasa korea yang pas-pasan saya berusaha jelaskan ke sopir taksi kemana tujuan kami. Alhamdulillah Pak Sopir mengerti….dan kami pun sampai ke KBRI pada pukul 1 pagi..Suasana di KBRI pun sangat ramai karena banyak pekerja yang datang selepas isya. Dan kesabaran pun mulai diuji. Satu persatu tikar yang telah kami susun, berantakan untuk alas tidur para TKI. Kami hanya bisa mengingatkan mohon dikembalikan jika sudah selesai.
Angin berhembus membawa udara dingin yang sangat menusuk, dan kami pun memutuskan tidur 30menit atau 1 jam setelah subuh di stasiun subway terdekat. Kami pun segera menuju tempat shalat Ied untuk mengatur jamaah. Subhanallah, jamaha datang tak henti-hentinya. Kami harus sabar membimbing para pekerja untuk terus merapatkan barisan dan berbagi dengan jamaah yang lainnya. Ada yang bisa diatur dan banyak yang semaunya sendiri. Kita perlu memberi contoh buat mengajarkan sesuatu yang baik buat mereka. Alhamdulillah semua dapat teratasi. Begitu khutbah dimulai, panitia segera berbagi tugas untuk menghitung sumbangan dan mengatur antrian makanan. Alhamdulillah, makanan cukup buat semuanya bahkan berlebih dan sumbangan yang masuk sangat besar hampir 13 juta won.
Dari pengalaman ini, banyak hikmah yang bisa diambil:
1. Bagi yang mudik, janganlah mengeluh,mengumpat pada saat menghadapi kemacetan, panas dan lain sebagainya. Karena itu adalah salah satu nikmat pada saat mudik. Kita akan merindukan suasana mudik seperti itu dikala kita tidak dapat merasakannya.
2. Kunjungilah kedua orang tua selama kita masih punya kesempatan dan mereka masih hidup. Hampa rasanya ketika kita tidak dapat merayakan hari kemenangan bersama orang tua dan keluarga.
3. Untuk membantu sesame, rasanya tak pantas kita menolaknya dengan berbagai alas an klasik cape, gak punya uang, banyak acara dan lain – lain. Banyak cara untuk bisa membantu orang lain.